Suatu sore Annisa sedang menggambar pemandang setelah selesai, dia
lalu memperihatkannya pada sang ayah dengan berkata “Ayah gambarnya
jelek yah, aku enggak bisa gambar bagus yah!”
Sang ayah terkejut kenapa Annisa begitu tak percaya diri
memperlihatkan karyanya, lalu ayahnya berkata “Kata siapa jelek? Ini
bagus loh…”
Annisa hanya terdiam. Setelah kejadian itu sang ayah semakin
penasaran dengan Annisa apa yang telah terjadi, padahal Annisa pernah
menjuarai sebuah lomba mengambar. Penyelidikan sang ayah akhirnya
berhasil, tenyata Annisa sering mendapat tekanan dari neneknya. Dia
harus selalu menang dan selalu bagus mengambar, beberapa kali Annisa
memperlihatkan hasil gambarnya sang nenek mengatakan gambarnya jelek,
kurang warna dan katanya dia kurang sabar mewarnainya. Sang nenek
mungkin ada benarnya namun cara menyampaikannya kurang tepat, sehingga
alih-alih menjadi motivasi malah membuat Annisa kurang percaya diri,
tertekan dan stress.
Dalam kasus ini dapat ditarik pelajaran bahwa kepercayaan diri pada
seseorang terutama anak-anak sangatlah penting dibentuk dari lingkungan
terdekatnya terlebih dahulu. Setelah itu dengan mudah dia akan
mengembangkan bakatnya karena dia merasa yakin dan aman akan diterima
oleh dunia.Begitulah bila anak sering mendapat tekanan dan diberikan
keraguan karena cara-cara pengasuhan yang kurang tepat, maka salah satu
kisahnya bisa seperti Annisa di atas.
Berikut ini kutipan tulisan dari artikel dr. Zulehah Hiidayati, Ketua
komunitas Rumah Parenting mengenai beberapa hal yang menyebabkan anak
tidak percaya diri:
1. Memarahi anak
Seorang anak yang dimarahi akan merasa direndahkan, dijatuhkan, disakiti, sehingga rasa percaya dirinya akan turun.
2. Tidak mendengarkan anak
Kadang kita sebagai orang tua memperlakukan anak seakan menjadi
obyek. Anak menjadi objek yang diurusi setiap hari oleh orang tua.
Padahal seorang anak perlu ditempatkan menjadi seseorang yang perlu
didengarkan suaranya. Pada usia 1,5 s.d. 3,5 tahun anak memasuki masa
negativistik, yang salah satunya ditandai dengan mengungkapkan
penolakan. Ketika ia menolak makan, sebenarnya ia menyatakan diri untuk
dihargai keberadaanya dengan didengarkan keinginan, kesulitannya,
ketidaksukaan, ataupun pendapat lainnya. Ia tidak ingin hanya
disuruh-suruh. Mengabaikan perasaan mereka, pikiran mereka, membuat
mereka merasa tidak berharga.
3. Kurang bahasa cinta
Sudahkah menyentuh anak anda hari ini? Masih banyak anak yang
dibesarkan hanya diberi makan, minum, dimandikan, dan berbagai kegiatan
rutin lainnya. Mereka dibesarkan secara fisik, tapi jiwa mereka kurang
dirawat dengan kasih sayang. Kasih sayang dirasakan oleh anak melalui
bahasa cinta melalui kata-kata, sentuhan, maupun respon kita secara
keseluruhan. Anak yang kurang bahasa cinta, merasa tidak dicintai, tidak
berharga, dan kurang percaya diri.
4. Penggunaan kata jangan dan tidak yang kurang tepat
Kata jangan sering kita dengar di keseharian, “jangan lari”, “jangan
naik tangga”, “jangan pegang gelas”, “jangan keluar rumah”, “tidak boleh
main air”, dan sebagainya. Kata jangan dan tidak memang diperlukan
untuk melarang sesuatu hal yang dikategorikan berbahaya. Penggunaannya
pada area yang kurang tepat justru akan membuat anak takut untuk
bereksplorasi.
5. Kurang predikat positif
Berbagai predikat negatif yang bertebaran di keseharian, “adik kan
masih kecil”, “dasar nakal”, “cerewet”, “cengeng”, “pemalu”, dan
sebagainya berulang terdengar oleh anak. Masih ingat penelitian air oleh
Masaru Emoto? Ternyata predikat itu tidak hanya terdengar oleh telinga
anak kita, tapi direkam oleh seluruh komponen air yang merupakan 90%
bagian tubuh anak. Bagaimana seorang anak bisa percaya diri ketika ia
diyakinkan sebaliknya oleh orang-orang yang ada di sekitarnya?
6. Kurang apresiasi
Seorang anak masih belajar. Makan masih berantakan, ada yang masih
sulit membiasakan diri dengan berbagai buah dan sayur. Mandi masih belum
bersih. Mainan masih sering lupa ia bereskan. Ia ingin menggambar namun
masih seperti coretan. Ketika kita kurang mengapresiasi usaha-usahanya
yang tampak kecil, lebih parah lagi malah dimarahi, maka sang anak
selalu berada dalam situasi serba salah. Sepertinya semua yang dilakukan
salah. Hasilnya adalah kurang percaya diri. (Feli Mulyani).
Pernah dipublikasikan di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar