Kamis, 23 November 2017

Haruskah Selalu Memenuhi Keinginan Anak?



Aku ingin begini
Aku ingin begitu
Ingin ini
Ingin itu banyak sekali
Semua…
Semua dapat dikabulkan
Dapat dikabulkan dengan kanton ajaib
(Lagu Doraemon)

Siapapun tak asing dengan pengalan lagu diatas, dari jaman Emak SD sampai sekarang lagu itu sering diputar di Televisi. Yap, betul Emak theme song Doraemon liriknya memang sangat sederhana dan mudah diingat. Lirik lagunya mengisahkan seorang anak yang memiliki banyak keinginan dan semuanya dapat dikabulkan dengan adanya kantong ajaibnya doraemon.

Film doraemon adalah salah satu dari banyak tayangan televisi kita yang menyajikan segala kemudahan dengan ajaib. Tanpa harus melakukan usaha untuk mendapatkannya, seperti penggalan lagu doraemon diatas semua beres hanya dengan adanya kantong ajaib. Ditambah lagi dengan kehadiran para peri dan bidadari-bidadari yang biasa hadir dalam sinetron kita, yang dengan sukarela mengabulkan semua keinginan-keinginan para tokoh utamanya.

Emak tontonan seperti diatas memang tontonan yang ringan dan menghibur namun tetap harus waspada, karena tontonan juga akan mempengaruhi pola pikir seseorang termasuk anak-anak kita. Mempengaruhi sifat dasar manusia yang ingin mendapatkan sesuatu secara instant, tanpa harus bersusah payah mendapatkan yang mereka inginkan.

Benar jika ada yang mengatakan bahwa manusia itu tak akan pernah merasa puas akan sesuatu, merasa semua masalah ingin tuntas dengan segera itu merupakan hukum alam yang menyelimuti diri setiap manusia dewasa tak terkecuali anak-anak. Mereka juga memilik berbagai macam keinginan yang selalu ingin mereka dapatkan dengan segera mungkin.  
Emak bisa jadi anak-anak percaya akan adanya kantong ajaib sehingga tak jarang anak-anak meminta sesuatu dengan memaksa harus segera kita kabulkan, lalu jika ada sesuatu permasalahan mereka akan lari dan mengandalkan seseorang untuk segera menyelasaikan masalahnya.

Padahal belum tentu hal yang mereka inginkan, benar-benar yang mereka butuhkan. Padahal bisa jadi setiap permasalahan yang menimpa mereka adalah bagian dari pelajaran untuk mendewasakan mereka.  

Terkadang, sikap-sikap seperti ini yang membingungkan orangtua, sementara keinginan membahagiakan anak harus disesuaikan dengan kondisi keuangan. Semua orangtua tentu ingin memprioritaskan (bukan memprioritaskan) keinginan anak sesuai kebutuhannya, namun bagaimana jika keinginan itu hanya sekedar keinginan yang tidak penting?
Misalnya anak merengek ingin dibelikan Ipad terbaru, atau anak ingin selalu membeli mainan padahal di kamarnya sudah menupuk, atau meminta uang saku lebih besar dari jatah biasanya. Jika sudah memiliki keinginan tertentu, anak-anak biasanya menguji Emak dengan jurus andalannya. Seperti marah-marah, merengek, mengancam, sampai mengeluarkan taktik fisik. Semua jurus itu mereka keluarkan, agar orangtua menyerah dan mengabulkan keinginan mereka.

Menurut Ketua Suryani Institute For Mental Health (SIMH) Prof Dr L.K Suryani: " kecenderungan sebagian besar para orang tua saat ini, memberikan fasilitas dan kenikmatan hidup yang berlebihan pada anak-anak. Sehingga mereka kurang memiliki daya juang yang tinggi, padahal seiring dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi, anak-anak semakin pandai, semakin kritis dan semakin banyak keinginannya, namun di sisi lan mentalnya semakin melemah dan mudah putus asa lalu down."

Ajak mereka memahami kondisi ekonomi dan keuangan keluarga, agar memahami bahwa kebutuhan keluarga itu banyak dan kompleks. Jangan sering menggunakan kata mereka dalam satu kalimat. Sesekali ajak ke tempat dimana orang harus bekerja keras untuk mendapatkan uang banyak. Misalnya ke pasar, terminal, tempat yang banyak aktifitas kerjanya.
Melihat bagaimana abang-abang memanggul beras berkarung-karung,  yang beratnya  bisa mencapai sekian ton. Kuli bangunan, para penyemir sepatu, para tukang ojek, para supir angkot, pemulung dan para pedagang, yang terkadang harus melawan kantuk dan dingin untuk menggelar dagangannya sejak dini hari.

Dengan demikian, anak akan mulai menghargai bagaimana sulitnya mencari uang. Seperti pepatah "Kaki jadi kepala, kepala menjadi kaki." Tidak mudah begitu saja, butuh kerja keras. Semoga anak mengerti setelah Emak memperlihatkan ini semua ke ananda tercinta. Semangat!

 Dipublikasikan juga di EmakPintarAsia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar